Prof. Dr. dr. H. Aloei Saboe
\"Ta Lo Tinepa Lipu\" dari 5 Kerajaan Gorontalo, terkenal pula dengan julukan \"Dokter Pejuang\"

By IMRAN TULULI, S.Pd, M.Pd 05 Sep 2021, 10:33:16 WIB Tokoh
Prof. Dr. dr. H. Aloei Saboe

Gambar : Prof. Dr. dr. Aloei Saboe yang memiliki gelar adat "Ta Lo Tinepa Lipu" dari 5 Kerajaan Gorontalo, terkenal pula dengan julukan "Dokter Pejuang"


Prof. Dr. dr. H. Aloei Saboe (EREYD: Aluyi Sabu, lahir di Gorontalo11 November 1911 - meninggal di Bandung31 Agustus 1987) adalah seorang doktercendekiawan muslimakademisi, sekaligus tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Aloei Saboe berjuang melawan penjajah Belanda di Gorontalo bersama dengan Pahlawan Nasional Nani Wartabone dan pejuang kemerdekaan Kusno Danupoyo. Dalam catatan sejarah, Gorontalo akhirnya berhasil mengusir penjajah dan memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 23 Januari 1942 (tiga tahun lebih awal sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945). Peristiwa bersejarah ini pun dikenal dengan sebutan Hari Patriotik 23 Januari 1942 atau Hari Proklamasi Gorontalo yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh masyarakat Gorontalo.

Riwayat Hidup

Aloei Saboe dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 11 November 1911. Aloei Saboe berasal dari sebuah keluarga besar yang memiliki marga Saboe (Sabu). Marga Saboe (Sabu) berasal dari daerah Gorontalo, sebuah wilayah di Semenanjung Utara, Pulau Sulawesi yang kini menjadi Provinsi Gorontalo.

Saboe menyelesaikan pendidikan dokternya di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya yang kini berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Setelah lulus dari pendidikan dokternya, Saboe ditempatkan di Semarang hingga akhirnya bertugas di Gorontalo pada tahun 1942.

Aloei Saboe telah berkontribusi selama lebih dari 30 tahun dalam pemberantasan penyakit kusta dan ikut serta mendirikan RS khusus kusta di desa Toto di Kabila, Gorontalo. Puncak karier dr. Aloei Saboe di dunia kesehatan adalah menjadi wakil kepala pengawas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

dr. Aloei Saboe meninggal dunia pada tanggal 31 Agustus 1987 di BandungJawa Barat. Sebagai penerima anugerah bintang tanda jasa dari pemerintah, beliau kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata atas jasa dan pengorbanannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo.

Perjuangan Pergerakan Nasional

dr. Aloei Saboe merupakan seorang dokter pejuang yang tidak hanya berjasa dalam bidang kesehatan, melainkan pula turut andil dalam berbagai upaya merebut kemerdekaan dari tangan penjajah Belanda. Berikut merupakan kiprah perjuangan dr. Aloei Saboe sepanjang hidupnya:

Perjuangan Kemerdekaan

Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah dirintis oleh Aloei Saboe sejak dirinya berkuliah di Fakultas Kedokteran, Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya. Saboe ikut dalam berbagai diskusi perjuangan kemerdekaan, salah satunya yang digagas oleh dr. Soetomo (Pendiri Budi Utomo). Ia juga aktif sebagai anggota Jong Islamieten Bond pada tahun 1926. Selain itu ia juga ikut berkontribusi memperjuangkan kemerdekaan saat menjadi anggota Indonesia Moeda pada tahun 1930. Selain organisasi kepemudaan, dr. Saboe juga ikut menjadi anggota Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1935. Kiprah politik dr. Saboe di PNI terus bersinar, terutama ketika terpilih sebagai Ketua Umum PNI Cabang Gorontalo pada kongres yang pertama. Ia kemudian menjadi Ketua PNI Sulawesi Utara dan menjadi anggota Dewan Partai PNI.

Pada tanggal 23 Januari 1942, Aloei Saboe ikut dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Momen bersejarah ini menjadi puncak perjuangan Aloei Saboe bersama dengan Nani Wartabone, dan Koesno Danupoyo untuk mengambil alih pemerintahan Hindia Belanda dan kemudian memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Gorontalo. Bersama rakyat Gorontalo, para tokoh ini kemudian melumpuhkan dan menangkap semua pejabat Belanda. Mereka kemudian menyanyikan lagu Indonesia Raya dan mengibarkan bendera Merah Putih untuk pertama kalinya, serta membentuk pemerintahan daerah di Gorontalo yang saat itu diproklamasikan sebagai bagian dari pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).[2] Peristiwa 23 Januari 1942 kemudian dikenal sebagai hari patriotik kemerdekaan Indonesia di Gorontalo, 3 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta.[3]

Perjuangan Setelah Kemerdekaan

Pada tahun 1945, Aloei Saboe kemudian memimpin gerakan perlawan melalui Laskar Gorontalo yang dipimpinnya ketika tentara sekutu dan NICA di bawah pimpinan Mayor Wilson tiba di Gorontalo. Adapun selama tahun 1946 hingga tahun 1947, Aloei Saboe ikut berperan dalam mengirimkan pasokan obat-obatan dan alat kesehatan kepada para pejuang kemerdekaan di Banyuwangi, Jawa Timur. Obat dan alat kesehatan tersebut berhasil direbutnya dari gudang logistik Amerika dan Australia.

Ketika Negara Indonesia Timur (NIT) terbentuk pada tahun 1950, Aloei Saboe terpilih menjadi Juru Bicara dalam mosi pembubaran NIT karena dinilai tidak sesuai dengan semangat konstitusi dan harus kembali ke konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perjuangan dr. Aloei Saboe pun berhasil ketika NIT berhasil dibubarkan pada 5 April 1950. Pada tahun 1955, perjuangan politik dr. Aloei Saboe pun berlanjut sebagai anggota Badan Konstituante Republik Indonesia mewakili masyarakat Sulawesi Utara dan Tengah.

Pada tahun 1958, terjadi peristiwa pemberontakan Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) di Semenanjung Utara Sulawesi. Dalam peristiwa ini, dr. Aloei Saboe ikut terlibat dalam membantu operasi penumpasan Permesta di Gorontalo. Aloei Saboe berhasil menyembunyikan bahan bakar, bahan makanan, serta peralatan medis dan obat-obatan selama berbulan-bulan di sebuah Rumah Sakit Lepra di wilayah Kabila[4] (Rumah Sakit inilah yang kini dikenal dengan nama Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kabila). TNI yang dalam kondisi tidak menguntungkan pada akhirnya mampu memenangkan pertempuran. Strategi perang yang dicetuskan dr. Aloei Saboe terbukti berhasi membantu pasukan TNI yang saat itu dipimpin oleh Mayor Agus Pramono hingga akhirnya mampu menumpas habis perlawanan Permesta di Gorontalo. Kemenangan di wilayah Gorontalo menjadi sangat penting untuk mempersempit ruang gerak Permesta di wilayah utara pulau Sulawesi.

Pengabdian di Bidang Kesehatan

Sebagai seorang dokter, Aloei Saboe senantiasa mengabdikan dirinya untuk melayani dan mengobati pasien dimanapun dan kapanpun ia bertugas. Ketika bertugas di Gorontalo, dr. Saboe bersama dengan dr. Mansyoer Mohammad Dunda (dr. M.M. Dunda) saling bekerja sama untuk melayani masyarakat dari ujung utara hingga ke bagian selatan Gorontalo.[5] Aloei Saboe juga menaruh perhatian khusus dalam pemberantasan penyakit lepra atau kusta. Lebih dari 30 tahun bertugas sebagai dokter, Aloei Saboe turut memperdalam tentang penyakit lepra di sejumlah daerah, diantaranya di SemarangBlora (di Randublatung, Plantungan, dan Cepu), GresikBangkalanAmbon dan juga Gorontalo. Pengabdian untuk tanah kelahirannya diwujudkan dengan mendirikan Rumah Sakit Khusus Kusta berkapasitas 300 orang di wilayah Kabila.

Selain memberikan perhatian terhadap penyakit lepra, dr. Aloei Saboe juga turut menduduki beberapa posisi strategis di bidang kesehatan. Karier profesional dr. Aloei Saboe di bidang kesehatan diantaranya adalah:

  • Kepala Inspeksi Kesehatan di Sulawesi Utara dan Tengah
  • Wakil Kepala Pengawas di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
  • Biro Kesehatan pada Konferensi Islam Asia Afrika tahun 1965

Pengabdian di Bidang Pendidikan

Tidak hanya berjuang sebagai dokter, Aloei Saboe pun turut mengabdikan diri dan keilmuannya bagi dunia pendidikan kesehatan di Indonesia. Kontribusi dr. Saboe dapat dilihat dari sederet perjuangannya mendirikan lembaga pendidikan kesehatan, diantaranya:

  • Turut menginisiasi berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjajaran, Bandung.
  • Guru Besar Kesehatan Masyarakat, Universitas Padjajaran, Bandung.
  • Dewan Kurator Sekolah Tinggi Ilomata, Jakarta.
  • Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia Imanuel, Bandung.

Pengasingan

Oleh karena aktivitas perlawanan dan perjuangan kemerdekaan yang sering dilakukan, dr. Aloei Saboe kemudian sering ditangkap, dipenjarakan, serta diasingkan di beberapa tempat. Penahanan dr. Saboe pertama kali terjadi pada tahun 1943, dimana ia dipenjarakan di wilayah Teling, Manado. Selanjutnya ia ditahan kembali pada tahun 1945 di beberapa tempat, diantaranya di Balikpapan, Manggar, Tanah Grogot, Tanjung Aruh, hingga ke Makassar. Aloei Saboe kembali harus diasingkan ke pulau Morotai setelah pengadilan militer NICA menjatuhkan hukuman kepadanya.

Penghargaan dan Tanda Jasa

Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekan Indonesia, dr. Aloei Saboe diberikan anugerah bintang dan tanda jasa dari Pemerintah Republik Indonesia, diantaranya:

Predikat Dokter Bintang Lima

Di kalangan praktisi kesehatan, dr. Aloei Saboe dikenal sebagai "Dokter Bintang Lima"[6], dimana kontribusi, karya, dan dedikasinya begitu besar dalam bidang kesehatan di Indonesia. Berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO), Aloei Saboe telah memenuhi karakteristik paripurna dari The Five Star Doctor (Dokter Bintang Lima) yaitu:[7]

  • Seorang Penyedia Pelayanan Kesehatan & Perawatan (Care Provider),
  • Seorang Pengambil Keputusan (Decision-Maker),
  • Seorang Komunikator (Communicator),
  • Seorang Pemimpin Masyarakat (Community Leader),
  • Seorang Pengelola Manajemen (Manager).

Karya Tulis

  • Penderitaanku Untuk Sangsaka Merah Putih
  • Hikmah Kesehatan Dalam Shalat
  • Hikmah Kesehatan Dalam Puasa
  • Aku di Dunia dan Akhirat

sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Aloei_Saboe 




Video Terkait:


Write a Facebook Comment

Komentar dari Facebook

View all comments

Write a comment